BENING HATI LURUS AMALAN

Seutama-utamanya berdzikir membaca Al-Quran

Jumat, 10 September 2010

MENEPIS PENYESALAN KALA SAKARATUL MAUT

MENEPIS PENYESALAN KALA SAKARATUL
(Tafsir Q.S. Al-Munafiqun: 9 – 11)
Oleh: Asep Rahmat Ar-Rasyid, S.Ag *)


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (9) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (10) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (11)

Terjemahannya:” Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi(9) dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?"(10) dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan”(11).
Didalam kitab Jawahirul Hasan fi tafsiril Quran susunan Imam Ats-Tsalabi dianalisa makna al-ilha (lalai) yaitu disibukkan dengan kesenangan dan syahwat. Sedangkan makna dzikrulloh di dalam ayat ini adalah dzikir kepada Allah secara umum, meliputi bertauhid, do’a, serta ragam amalan baik yang difardlukan maupun yang disunnahkan. Mu’adz bin Jabal mengungkapkan, tidak ada satu amalan Anak Adam yang dapat menyelamatkan dari siksa Allah selain dzikrullah, sedangkan mengingat rasulNya mengikuti dzikir kepada Allah. Kontinuitas dzikir menjadi sebab untuk tetap mencintaiNya, Dzikir di dalam hati ibarat air bagi tanaman. Bahkan ibarat air bagi ikan yang tidak bisa menjalani kehidupan tanpa adanya(Tafsir Al-Qayim,II, t.t.: 199).
       Seorang manusia dipandang cacat jiwa ketika melalaikan waktu-waktunya untuk aktivitas yang benilai ibadah di hadapan Allah terlindas dengan urusan duniaya. Tenggelam dalam kesibukan dirinya, anaknya, istrinya, kerabatnya dan koleganya, serta merasa betah mencicipi semua fasilitas titipan Allah yang kadung raib dari kesadarannya . Secara kronologis harta didahulukan daripada anak ketika menyebutkan sesuatu yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah, ditelusur melalui pendekatan realitas bahwa bahaya fitnah harta lebih besar daripada bahaya fitnah yang ditimbulkan oleh anak dalam hal mendurhakai Allah. Sesungguhnya pokok harta paling berharga yang dimiliki seseorang itu ada pada waktunya. Seseorang terangkat menempati maqam mulia disisi Allah karena tidak mensia-siakan waktu untuk pembaktian kepadaNya. Sebaliknya seseorang juga terjerumus ke lembah kehinaan karena mengabaikan waktu.
       Berdasarkan Hadits Riwayat At-Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang memiliki harta yang menyampaikannya untuk pergi haji, atau memiliki harta yang mewajibkan atasnya zakat, tetapi ia tidak menunaikan kewajibannya, niscaya ia akan memohon untuk dikembalikan hidup kembali di dunia ketika ajal menjemputnya.” Seorang lelaki bertanya, “wahai Ibnu Abas, takutlah Anda kepada Allah sebab hanya orang-orang kafir yang memohon untuk dikembalikan hidup di dunia”. Ibnu Abas menjawab, “Aku hendak membacakan kepada kalian urusan tersebut didalam Al-Quran. Kemudian Ibnu Abas membacakan Surat Al-Munafiqun mulai ayat 9 s.d. ayat 11(As-Sayuthi,VIII,1993: 179). Para mufasir berbeda pendapat mengenai turunnya ayat ini. Ada yang berpendapat ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum munafik. Tetapi ada juga yang menyeliksik bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kaum mukminin(Al-Baghawi,VIII,1997: 134).
       Orang-orang yang tenggelam dalam kesibukan dunia fana dengan menggadaikan keabadian akhirat penuh pengabaian disinyalir sebagai orang-orang yang merugi. Dalam versi Imam Ar-Razi kerugian dimaksud karena mereka mengingkari sabda Nabi saw. dalam urusan ketauhidan dan keyakinan adanya kebangkitan alam akhirat. Sedangkan Ath-Thabari menilai mereka sebagai orang-orang yang tertipu meraih kemuliaan dari Allah dan rahmatNya(XXIII,2000: 410).
        Islam tidak menafikan arti penting dunia ditinjau dari sudut pandang perantara yang menyampaikan kepada kehidupan akhirat, sehingga dunia diibaratkan ladang investasi untuk dipetik panenya kelak di akhirat. Tentunya jika semua kiprah kehidupan dunia dikuduskan untuk meraih kemuliaan ukhrawiyah, termasuk dalam memperoleh harta kekayaan. Oleh karena itu, perintah berinfaq disandingkan dengan peringatan sebelum datang kematian. Allah memperingatkan hamba-hambaNya dengan kematian supaya mereka mempersiapkan diri dengan amalan shalih dan bertaubat dari amal kejelekan. Sesungguhnya jika kematian menjemput amalan manusia berakhir dan tidak akan diterima permohonan penangguhan. Ibnu Abas mempersefsi infaq di dalam ayat ini zakat harta, sedangkan Adl-dlahak memaknai nafaqoh yang berhubungan dengan hak-hak yang diwajibkan terhadap harta, seperti zakat, haji dan yang seumpamanya. Adapun Imam Al-Mawardi berpendapat shadaqah yang disunatkan(Ibnu Al-Jauzi, Tafsir Zadul Masir,VIII,t.t.: 278). Semua ibadah yang behubungan dengan harta tidak dituntut dalam skala besar yang akan mengancam kepemilikan harta sampai terkuras habis, yang “dipinta” hanya sebagian kecil saja(Silsilah Tafsir , juz 64, hlm. 18).
       Setiap orang yang bersambalewa akan berujung pada penyesalan ketika hadir sakaratul maut. Ia akan memohon agar diberi kesempatan hidup barang sebentar saja buat menorehkan kebaikan yang luput dikerjakan ketika hidupnya, seperti dijelaskan juga di lain ayat pada firmanNya berikut:
       Terjemahannya: “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, Maka berkatalah orang-orang yang zalim: "Ya Tuhan Kami, beri tangguhlah Kami (kembalikanlah Kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya Kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul". (kepada mereka dikatakan): "Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (Q.S.Ibrahim:44).
       Terjemahannya: “(Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia).Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah Perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan”(Q.S.Al-Mu’minun:99-100).
       Berbagai kenikmatan dunia yang mengantarkan seseorang kepada kehidupan prestisius, glamour dengan kemewahannya tetapi memalingkan diri dari pemusatan mentaati Allah, pada dasarnya peraihan kenikmatan duniawinya itu telah menjadi fitnah (ujian) diambang laknatNya. Allah akan memperlihatkan diorama ketika seseorang memasuki gerbang kematian tempat manakah yang akan dihuni hambaNya itu? Keluarlah beribu penyesalan tidak pergi haji, alpa berzakat dan sepi amalan dari mendekatkan diri kepada Allah yang tidak dapat ditebus walaupun mencucurkan air mata darah! Na’udzu billahi min dzalik …
       Semangat hukum dari kajian tiga ayat ini melecut kita agar bersegera melakukan amal shalih. Hanya kesejatian iman yang yakin terhadap janji dan ancamanNya.

Tidak ada komentar: