BENING HATI LURUS AMALAN

Seutama-utamanya berdzikir membaca Al-Quran

Selasa, 14 September 2010

PERUMPAMAAN MUKMININ DAN KAFIRIN

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ  تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ  يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Terjemahannya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit ,pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang Telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki.” ( Q.S. Ibrahim : 24 – 27 ).

Korelasi dengan Ayat Sebelumnya
            Setelah Allah memberikan penjelasan  keadaan golongan yang mendapatkan kecelakaan bagi mereka siksaan Neraka yang mengenaskan. Dia menjelaskan keadaan golongan yang mendapatkan kebahagiaan, yaitu meraih pahala SorgaNya. Allah mendeskripsikan perumpamaan  keadaan dua golongan itu, sebab-sebab perbedaannya dalam bentuk perumpaan fenomenal untuk mengokohkan maknanya dalam ingatan.

Penjelasan Eksplisit
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan…” Penggalan ayat tersebut merupakan bentuk kekaguman ( ta’ajub ) terhadap keadaan dua golongan: golongan yang mendapatkan kebahagiaan dan golongan yang mendapatkan kecelakaan ( Zuhaily, V, 2005 : 260 ). Rekanan bicara ( khithab ) di dalam ayat ini tertuju kepada Nabi saw, atau kepada siapa saja yang membenarkan pembicaraan,  sedangkan makna pertanyaan di dalam ayat ini bukanlah untuk dijawab, melainkan untuk menetapkan ( lit-taqrir ) keadaan  melalui sesuatu yang dapat diamati secara kasat mata.
“Kalimatan thoyyibatan”, “kalimat yang baik”, yaitu kalimat tauhid atau semua kalimat yang baik, seperti tasbih, tahmid, istighfar, taubat dan dakwah ( Irsyad al-‘Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim, IV : 31 ). Menurut Mujahid dan Ibnu Juraij makna kalimat yang baik disini yaitu al-iman. Sedangkan menurut ‘Athiyah, al-‘Aufa dan al-Rubai’ bin Anas memaknai lebih personal kepada karakter seorang mukmin ( Al-Mawardi, II, t.t. : 330 ). Ibnu Abas ( Tanwir al-Miqbas, hlm. 270 ) memberikan penegasan “kalimatan thoyyibatan” yaitu bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah.
“Kasyajarotin thoyyibatin”,seperti pohon yang baik”. Dinamai pohon yang baik karena ia berkembang, menumbuhkan bagi pemiliknya berbagai kebaikan dan keberkahan. Dalam sebuah tanya jawab antara Nabi saw, Abu Bakar dan Umar yang dihadiri Ibnu Umar pohon tersebut tidak lain adalah pohon kurma . Berdasarkan  sabda beliau saw, “Sesungguhnya diantara pepohonan ada pohon yang tidak berguguran daunnya dan sesungguhnya ia perumpamaan orang beriman, pohon apakah itu?” Beliau bersabda: “Yaitu pohon kurma” ( Ibadli, VI : 421 ).
Ibnu al-Jauzi  di dalam tafsirnya Zadul Masir ( IV : 27 ), mengumpulkan tiga pendapat  maksud dari pohon yang baik dalam ayat ini. Pertama,  berdasarkan hadits shahih Riwayat Al-Bukhari dan Muslim yang diterima melalui Ibnu Umar, yaitu pohon kurma. Kedua, maksud pohon dalam ayat ini sejenis pohon yang ada di Sorga, bersumber dari riwayat Abu Zhabyan yang diterima melalui Ibnu Abas. Ketiga,  yang dimaksud pohon dalam ayat ini  seorang mukmin: akarnya yang kokoh berarti amalnya di dunia, yang menyampaikan dengan amal tersebut membuka pintu-pintu langit. FirmanNya: “kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya “ ( Q.S. Fathir: 10 ).
Pohon yang baik itu personifikasi seorang mukmin. Akarnya yang menghujam ke petala bumi ibarat  keyakinan terhadap kalimat tauhid la ilaha illalloh. Keyakinan adalah dasar  penentu untuk bersikap dan berperilaku yang tidak bisa ditawar lagi , sekalipun nyawa yang harus dipertaruhkan sebagai tumbal. Allah mengisyaratkan,  “ashluha tsabitun”, “ akarnya teguh”. Ketika keyakinan mengakar di dalam qolbu, niscaya bercabang dahan-dahan amal dan berbuah akhlaq yang mulia. Ulama ushul merumuskan qaidah, “Barangsiapa yang tidak tahu akar niscaya ia tidak akan memperoleh cabang buat selamanya” ( Mabadi Awaliyah, hlm. 5 ). “Wa far’uha fis sama’i”, “dan cabangnya (menjulang) ke langit”, maksudnya, berbagai amal orang beriman ketika membenarkan naik ke langit. Sesungguhnya amal tidak akan diterima tanpa keimanan, karena iman itu akar ( dasar keyakinan ), sedangkan amal cabangnya ( Al-Samarqandi, II, t.t. : 431 ).
Sesungguhnya Allah Swt, membuat analogi iman  semisal pohon kurma, karena keteguhan iman didalam qolbu seorang mukmin laksana kekokohan  pohon kurma pada tanah tempat tumbuhnya. Perumpamaan terangkat amalnya ke langit ibarat  dahan pohon kurma yang menjulang tinggi, sedangkan  sesuatu yang dilakukan oleh seorang mukmin dari keberkahan iman dan pahalanya di setiap waktu diibaratkan buah kurma yang dapat ditemukan di sepanjang waktu.
            “Tu’ti ukulaha kulla hinin bi idzni robbiha”,”pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.”. Dalam analisa  al-Hasan dan Sa’id bin Jubair, pohon kurma berbuah ketika musim panas,  mayangnya muncul ketika musim dingin, sedangkan waktu antara tiba saatnya untuk ditebang ke berbuah kembali hanya enam bulan. Dalam persefsi Ibnu Abas, pohon kurma itu berbuah setiap waktu. Melalui pengamatan yang real buah kurma itu ada permulaannya muncul sebagai mayang, kemudian menjadi buah kurma mentah, kemudian menjadi buah kurma segar, kemudian menjadi buah kurma yang matang, kemudian menjadi buah kurma yang kering. Berdasarkan pengamatan tersebut buah kurma ada disetiap waktu.
            Demikian, sesungguhnya hidayah itu ketika bersemayan di dalam hati, mengalir beragam amal salih, yang lahir dan yang tersembunyi. Menghias perilaku pemiliknya menjadi pribadi yang ajeg dengan keyakinan agamanya dan memberi manfaat yang besar bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
            Ada juga yang menarik perumpamaan akar yang kokoh identik dengan ikhlas hanya karena Allah dan mengibadahiNya tanpa mempersekutukanNya. Sedangkan  cabangnya  al-hasanah ( kebaikan ), kemudian setiap kebaikan yang naik diawal dan di penghujung siang ia berarti “Tu’ti ukulaha kulla hinin bi idzni robbiha”,”pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.”. Ada empat amalan ketika dilakukan berhimpun oleh seorang hamba tidak akan membahayakan terhadapnya berbagai ujian, yaitu: ikhlas hanya karena Allah dan mengibadahiNya tanpa mempersekutukanNya, takut kepadaNya, cinta terhadapNya dan senantiasa ingat terhadapNya (As-Sayuthi, VI: 47 ).
            “Wa yadlribullohul amtsala linnasi la’allhum yatadzakkarun”,. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Maksudnya, Supaya mereka memahami sedikit demi sedikit bentuk perumpamaan untuk menambah pemahaman dan terserap dalam ingatan. Perumpamaan itu memberikan gambaran terhadap sebuah arti melalui penggambaran yang dapat diamati ( Al-Haqqi, VI, t.t. : 328 ).
            Sedangkan bagi perumpamaan kafirin Allah mengungkapkan, “Wa matsalu kalimatin khobitsatin kasyajarotin khibitsatin ujtatsat min fauqil ardli ma laha min qororin”, “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk , yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun”. Maksudnya, pohon tersebut tidak memiliki akar, tidak memiliki dahan, apalagi berbuah. Karena itu, tidak memberi kemanfaatan. Demikian pula orang kafir, amalan dan ucapannya tidak akan menjadi kebaikan dan Allah tidak memberikan kemanfaatan keberkahan dari ucapan dan perbuatan mereka, karena tidak memiliki  keyakinan haq yang mengakar di qolbunya. Menurut beberapa riwayat jenis pohon ini diberi nama hanzhalah. Al-Ghazali berpendapat, nafsu itu diibaratkan pohon yang buruk, karena terlahir dari nafsu kalimat buruk yang aniaya terhadap diri pelakunya dengan sebab buruk keyakinan  terhadap Dzat Allah, sifat-sifatNya, atau dengan sebab perbuatan maksiyat dan aniaya terhadap kehormatan orang lain ataupun hartanya ( Ruhul Bayan, VI : 329 ).
            Kemudian, Allah menjelaskan bahwa kokokohan makrifat ( mengenal Allah ) dan ketaatan kepadaNya adalah kemestian mendapatkan pahala dan kemulyaan dariNya, firman berikut mengisyaratkan, “Yutsabbitullohul ladzina amanu bil qawlits tsabiti fil hayatid dunya wa fil akhiroti”.Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.  Al-Qawl al-tsabit dimaknai sebagai kalimat tauhid ( Jalalain, hlm. 184 ), yaitu kalimat yang kokoh menurut mereka dan bertahta di dalam qolbunya ( Al-Maraghi, V, 2001 : 85 ). . Syaikh Ibn Abdis Salam menyebut kalimat tauhid dalam ayat ini syahadatain atau  amal shalih. Kemantapan bertauhid membimbing mukminin hidup di dunia terhormat berpegang pada kebenaran sejati sehingga ia tidak akan tergelincir dan sesat dari jalan yang haq ( benar ). Kemantapan bertauhid juga  memberi arahan kepada mukminin sehingga mereka tidak akan tergelincir dan tersesat dari jalan  menuju Sorga. Kalimat  Tauhid akan menjadi jawaban mukminin di alam kubur atas pertanyaan Munkar dan Nakir sebagaimana hadits  al-Bara’ bin ‘Azib berikut:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « المسلم إذا سئل في القبر ، يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله . فذلك قوله سبحانه { يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت في الحياة الدنيا وفي الآخرة } »
 Terjemahannya: “Seungguhnya Rasulullah saw, telah bersabda: “Seorang muslim itu apabila ditanya di alam kubur, ia bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya  Muhamad itu utusan Allah, yang demikian itu firman Allah Swt, “Yutsabbitullohul ladzina amanu bil qawlits tsabiti fil hayatid dunya wa fil akhiroti”.Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.( H.R. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’I, Ibn Majah ).

Menurut Ibnu Mas’ud, pertanyaan di alam kubur itu seputar: “siapa Tuhan Kamu?” “Apa agamamu?” “Siapa nabi Kamu?”  Jika ia bisa menjawab akan diberi kelapangan dan di luaskan di alam kuburnya sesuai dengan firmanNya, “Yutsabbitullohul ladzina amanu bil qawlits tsabiti fil hayatid dunya wa fil akhiroti”.Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.. Sebaliknya, bagi orang yang kafir ketika ditanya Munkar dan Nakir, “Siapa tuhan Kamu?” “Apa agamamu? “Siapa nabimu?” Ia akan mengucapkan, “Saya tidak tahu …”. Maka ia disempitkan dan disiksa di alam kuburnya. Kemudian Ibnu Mas’ud membaca ayat, “Waman a’rodlo ‘an dzikri fainnahu maisyatan dlonkan”, “dan barangsiapa yang berpaling dari mengingatKu, niscaya baginya kehidupan yang sempit” ( Q.S. Thaha : 124 ).
            Firman llah, “Wa yadlillullohuzh zholimin”, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim”. Maksudnya, Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada kaum yang mempersekutukannya jawaban yang tepat di alam kuburnya. Dalam persefsi al-Maraghi,  maksud orang-orang yang zhalim dalam ayat ini orang-orang kafir. Mereka telah menganiaya dirinya sendiri dengan cara mengganti  fithrah ( agama ) Allah, padahal Allah telah menciptakan  agama tersebut bagi manusia. “Wayaf’alullohu ma yasya’”,dan memperbuat apa yang dia kehendaki.”. Maksudnya,  di TanganNya  memberi petunjuk dan menyesatkan seukuran tuntutan sistem hukumnya yang berlaku secara umum yang telah ditetapkan sistem hukum itu terhadap hamba-hambaNya, sesuai dengan kesiapan jiwa untuk menerima hidayahNya atau justru menolaknya. Maka tidak tidak ada seorangpun yang mampu menolak kekuasaanNya untuk memberi petunjuk kepada orang yang sesat, dan tidak ada yang mampu untuk meyesatkan orang yang telah menerima petunjukNya. Karena di TanganNya mengendalikan ciptaanNya, membolak-balikan hati mereka dan Dia berbuat terhadap makhluNya  sesuatu yang dikehendakiNya. Wallohu’alam bimurodihi.

Tidak ada komentar: