BENING HATI LURUS AMALAN

Seutama-utamanya berdzikir membaca Al-Quran

Sabtu, 18 September 2010

TOTALITAS MEMELUK ISLAM

Saudaraku, kita jangan puas hanya menjadi Islam
keturunan. Mari kita selami Dinul Haq ini, agar ber
tahta didalam jiwa kita!


            Keberagamaan ( religiusitas) seseorang tidak bisa diandaikan dengan sebuah baju yang bisa dipakai ketika suka dan dilepas ketika bosan. Dipakai hanya ketika di masjid dan dilepas ketika di sawah, di kebun, di pasar, di kantor, di perusahaan atau di gedung DPR karena dianggap ribet. Keberagamaan itu sesuatu yang inheren ( bersatu ) dalam jiwa manusia karena ia menjadi dasar bagi beraktifitas.
            Diantara hidayah teragung yang dianugrahkan kepada manusia setelah akal adalah ad-din ( baca: Islam ). Keterbatasan panca indra dan akal untuk mengamati sesuatu kebenaran akan dijawab tuntas dengan Dinul Islam ( Al-Maraghi, I, 2001 : 24 ). Bagi kaum Muslimin agama Islam merupakan  sumber nilai kebenaran yang tidak terbantahkan  dalam semua lapangan kehidupan.
            Syahdan para sahabat mantan ahli kitab ketika mereka mengimani kenabian Muhamad saw,  dan segala syari’at Islam dalam waktu bersamaan masih terpatri dalam hati tertanam dalam jiwa keimanan terhadap sebagian syari’at Musa a.s.. Mereka mengagungkan hari Sabtu, memantang diri mengkonsumsi daging unta dan susunya, padahal telah mengikrarkan diri masuk Islam. Ditenggarai oleh sahabat yang lain  sikap sebagian sahabat ini, akhirnya mereka datang mengadu kepada Nabi  yang mulia, “Sesungguhnya Taurat itu Kitabullah, kami memang telah meninggalkannya dan kini kami mengamalkannya”. Atas kasus ini Allah menurunkan  (As-Babun Nuzul  al-Wahidi, t.t. : 40 , al-Lusi, II, t.t. : 184 ).Q.S. Al-Baqarah ayat 208:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208)
Terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Kendati ayat tersebut ditilik dari sebab turunnya ditujukan kepada mantan ahli kitab, atau kepada ahli kitab yang enggan untuk mengimani kenabian Muhamad saw., tetapi diseliksik dari keumuman redaksinya ditujukan kepada kaum Muslimin ( Zadul Masir, Ibn al-Jauzi, I, t.t. : 224 ). Para ahli ilmu al-Quran berkata, “Al-‘Ibrotu bi’umumil lafzhi la bikhushushis sabab”, “mengambil pelajaran itu berdasarkan keumuman lafazh, bukan  berdasarkan kekhususan sebab”.
                Keluhuran agama Islam terletak pada aqidah dan syari’ah yang merefresentasi (mempunyai daya cakupan ) terhadap semua kehidupan.  Dari urusan yang dipandang sepele sampai urusan yang dipandang besar, dari masalah buang air sampai mengurus tanah air, telah lengkap dasar-dasar peraturannya dalam Islam.
            Karena itu, Allah memerintahkan agar kita masuk Islam secara total. Tanpa memilih dan memilah kemaslahatan yang sesuai dengan selera yang diinginkan. Jika sesuai dengan kemaslahatan berdasarkan ukuran keinginan kita, baru dilaksanakan. Tetapi jika tidak sesuai dengan ukuran kemaslahatan yang diinginkan, maka kita tinggalkan ( Ibnu Katsir, I, 2003 : 187 ). Sesungguhnya spirit dari ajaran Islam sendiri lilmashlahat ( untuk kemashlahatan ). Menurut Ibnu Baj ( Majmu’ al-Fatawa, t.t.: 32 )  dan al-Thibrisi (II, t.t. : 83 ), Tidak boleh beragama Islam sepotong-sepotong, berpegang kepada aqidahnya tetapi meninggalkan hukum-hukum dan amalannya, atau sebaliknya melaksanakan hukum-hukum dan amalannya tetapi meninggalkan aqidahnya. Hendaknya beragama Islam secara paripurna dalam beraqidah, beramal ibadah, berjihad, bermasyarakat, bahkan berpolitik dan berekonomi.
            Orang yang tidak mau perduli mempelajari Islam yang dianutnya, hanya beramal alakadarnya, sebatas kebiasaan yang belum tentu benarnya, berarti baru menganut agama yang serupa dengan Islam, “serupa tapi tak sama”. Bisa jadi keterbelakangan umat Islam  saat ini karena memang memeluk agama yang serupa dengan Islam.
            Ayat ini dijadikan argumentasi ulama ushul bahwa kebenaran ( al-haq) itu hanya satu, tidak berbilang ( Al-Manar, II : 82 ). Seorang Muslim sejati hendaknya yakin bahwa kemaslahatan di muka bumi ini  akan terwujud hanya diatur dengan aturan Allah. Kehancuran komunisme pada beberapa dekade yang telah lalu dan penghisapan kapitalisme yang menyengsarakan rakyat banyak dengan sistem ribawinya sangat tidak relevan dengan fithrah manusia yang dituntun Islam. Jika dalam kesenyapan kita sering menyatakan, “Aku ridlo Allah sebagai Rob ( Pencipta dan Pengatur ), aku ridla Islam sebagai agama, aku ridla Muhamad sebagai nabi dan rasul”, kenapa tidak dilaksanakan aturan Islam? Apakah masih ragu terhadap kebenaran Islam?
            Sungguh beruntung seorang Muslim yang merealisasika  ajaran Islam, Alla akan membimbing keindahan nikmat yang dikecap dalam kehidupan ini dengan nikmat agama, karena Allah telah ridho Islam sebagai agama ( Q.S. Al-Maidah : 3 ). Seorang lelaki yang pernah melalui hidup di comberan jahiliyah kemudian tertuntun dengan cahaya Islam, ketika Nabi saw. lewat, mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk aku kepada Islam dan menjadikan aku diantara umat Muhamad saw.”.Nabi saw. berkata, “Sesungguhnya engkau telah bersyukur dengan sebesar-besarnya kesyukuran” (http:/www.alsunnah.com. )
            Selanjutnay Allah berfirman, “ dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”. Maksudnya, janganlah kalian menempuh jalan Syaitan dan janganlah kalian mentaati sesuatu yang diserukan  untuk menapaki jalannya yang bengkok dan bisikannya yang bathil ( Ruhul Bayan, I, t.t. : 267 ). Nabi saw. pernah memberikan pengajaran kepada para sahabatnya secara pedagogik yang mengisyaratkan jalan kebenaran itu hanya satu, sedangkan semua jalan selain Islam pasti bathil. Beliau membuat satu garis lurus di tanah, lalu beliau membuat beberapa garis di sebelah kiri dan di sebelah kanan mengapit garis tersebut. Terhadap  garis yang pertama kali beliau guratkan  dikatakan sebagai jalan Allah yang lurus ( Islam ). Sedangkan terhadap garis-garis lain  yang mengapitnya beliau katakan jalan-jalan Syaitan yang manusia diseru untuk melaluinya ( Al-Suanan wa al-Mubtada’at, hlm. 5 ).
            Dalam pemahaman Imam Al-Lusi penyusun Tafsir Ruhul Ma’ani ( II, t.t. : 184 ), turut terhadap langkah-langkah Syaitan bermakna menyalahi terhadap sesuatu yang diperintahkan Allah, bercerai-berai dari jamaah, memilah-milah syari’at dan cabang-cabang keimanan. Terlarang bergaul dengan Syaitan kecuali dalam bentuk mukholafah ( menyalahinya ). Adapun program Syaitan dalam beberapa ayat disebutkan, menyuruh berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui ( Q.S. 2 : 169 ), mengajak golongannya supaya menjadi penghuni Neraka yang menyala-nyala ( Q.S. 35 : 6 ), bahkan Syaitan menakut-nakuti dengan kemiskinan dan menyuruh berbuat kikir ( Q.S. 2 : 268 ). “Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”. Maksudnya, nyata permusuhan Syaitan hendak merusak keislaman kalian dengan bisikannya ( Al-Haqqi, I, t.t. : 267 ). Wallohu ‘alam bishshawwab.

Tidak ada komentar: